Sabtu, 06 November 2010

[Perang Padri (1821-1837)] PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA TERHADAP PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA

Perang Padri pada awalnya adalah perang antara kaum ulama yang ingin memurnikan kembali ajaran Islam di Sumatra Barat terhadap Kaum adat yang menentangnya.


1. Sebab-sebab Umum.

- Adanya pertentangan paham antara golongan Wahabi yang ingin memurnikan ajaran agama islam dengan para golongan Tasawuf yang terdiri dari kaum bangsawan dan pemangku adat.

- Ada kebiasaan buruk yang disahkan oleh kaum adat seperti minum minuman keras, menyabung ayam, berjudi, merokok, dll.

- Adanya pertentangan antara hukum adat dengan hukum di agama Islam. Yaitu diantaranya pada hukum adat menganut sistem kekerabatan Matrilineal sedangkan di Islam Patrilineal.

- Terjadi perebutan pengaruh antara kaum adat dengan ulama.

- Adanya campur tangan bangsa barat dalam perebutan kekuasaan tersebut yaitu Inggris dan Belanda.


2. Sebab khusus

Pertemuan antara kaum adat dengan ulama untuk menyelesaikan semua persoalan selama ini di Kototangah. Karena usaha itu tidak berhasil, kaum adat di serang oleh kaum ulama kemudian kaum adat meminta bantuan kepada Belanda di Padang pada tahun 1821.


3. Strategi Perang.

Pada tahun 1821-1825 perang terjadi antara kaum ulama dengan kaum adat yang dibantu oleh Belanda. Kaum ulama menyerang benteng-benteng Belanda sehingga Belanda mengajak berdamai pada tahun 1825 karena untuk memusatkan perhatian pada perang di Jawa. Kemudian pada tahun 1830-1837 berkecamuk lagi perang di Minangkabau yang kini kaum ulama bersatu dengan kaum adat untuk melawan Belanda. Perang dilakukan dengan perang gerilya dan bertahan di benteng pertahanan.


4. Tokoh-tokoh.

1. Dari rakyat Minangkabau.

Tuanku lintau, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Gapuk, Tuanku Hitam, Tuanku Nan Cerdik, dan Tuanku Tambusay.

2. Dari pihak kolonial.

Kolonel Stuers,


5. Medan pertempuran.

Medan pertempuran hampir di semua wilayah Sumatra Barat, misalnya di Padang, Bukit Tinggi, Pariaman, dll.


6. Akhir perang.

Setelah menghadapi tekanan-tekanan berat dari pihak belanda, akhirnya Tuanku Imam Bonjol bersedia untuk melakukan perundingan dengan Belanda. Perundingan gagal karena pihak Belanda telah melakukan persiapan untuk menyerang dan mengepung benteng tempat Imam Bonjol bertahan. Karena perang yang berlarut-larut dan ketimpangan kekuatan, akhirnya Tuanku Imambonjol menyerah beserta sisa pasukannya pada tanggal 25 Oktober 1837 kemudian beliau dibuang ke Menado dan wafat di sana.


7. Akibat perang.

1. Bidang politik.

Semakin jelas dan kokohnya kekuasaan Belanda atas daerah Sumatra Barat.

2. Bidang Ekonomi.

Monopoli semakin kuat terutama monopoli garam dan lada di Sumatra Barat.

Tidak ada komentar: